075.

Selang 30 menit, Adelio kini tengah duduk di bangku yang ada di halaman depan rumah Shabrina. Siang itu langit mendung, membuat Adelio tidak merasa kepanasan berada di luar meski sekarang jam 3 sore.

Menunggu beberapa menit, Shabrina akhirnya keluar dengan semangkuk berisi bakmi kuah dan segelas es teh manis yang dibuat oleh mamanya khusus untuk Adelio.

“Nih,” ucap Shabrina sembari meletakkan bawaannya di atas meja.

Ia kemudian duduk di bangku yang berhadapan dengan Adelio dan sedikit terkekeh menyaksikan pria di hadapannya itu langsung melotot semangat begitu melihat kehadiran bakmi.

“Enak?” tanya sang perempuan.

“Enak lah, jelas!” seru pria itu di sela-sela suapannya.

Adelio selalu suka mengenang setiap kejadian di hidupnya. Dari yang paling penting sampai yang remeh sekali pun, semuanya sebisa mungkin selalu dia ingat. Bukan berarti dia seakan terjebak di masa lalu, tapi baginya, setiap kejadian itu punya makna, memori, dan ceritanya sendiri.

Seperti bakmi yang sedang dimakannya hari ini, contohnya.

Sejak dulu Adelio suka bakmi. Berbagai jenis dari berbagai penjual sudah dicobanya. Saat pertama kali datang ke rumah Shabrina ketika mereka masih kelas 4 SD, anak laki-laki itu memakan bakmi buatan mamanya Shabrina. Bakmi itu benar-benar bakmi paling enak yang pernah dia makan dan menjadi favoritnya sampai saat ini. Tapi sebetulnya, alasan mengapa itu menjadi favoritnya bukan hanya karena rasa, tapi juga memori yang ada.

“Shab,” panggilnya tiba-tiba.

Shabrina yang sedang sibuk memainkan ponselnya menoleh. “Kenapa?” tanyanya.

“Boleh gak sih sekarang ini aja kita pura-pura gak pernah ribut?” Shabrina menaikkan sebelah alisnya heran. “Ini tuh suasananya beneran kayak dulu. Cuma kurang gosipnya aja,” lanjut laki-laki itu panjang lebar.

Perempuan itu berakting, berpura-pura terlihat berpikir sambil menoleh kesana-kemari agar pemuda di hadapannya sebal. “HAHAHAHA gausah bete gitu dong mukanya! Tapi ogah banget gamau! Gue beneran kesel sama lu,” jawabnya.

Adelio sedikit mencondongkan tubuhnya ke depan. “Yakin gamau denger gossip ter-hot terpanas satu sekolah?” godanya.

Shabrina berdecak. Dia paling tidak tahan kalau sudah begini. “Apaan emangnya?” tanyanya penasaran

“Galen sama Kaila kayaknya pacaran deh,” kata laki-laki itu santai yang tapi justru membuat Shabrina terkejut bukan main.

“HAH?! GAUSAH BOONG DEH!” seru Shabrina heboh.

“SERIUS! Kemaren keciduk Nathan lagi gandengan di meeting room!” balasnya tidak kalah heboh.

“Gila... Galen traitor!” ucap Shabrina sambil menggeleng-geleng lebay.

“HAHAHAHA. Coba aja lu tanya ke dia. Kali aja anaknya ngaku.”

“Ah, gamau. Gue ga percaya omongan lu. Dari minggu lalu aja gue dikerjain suruh nanyain Glorious mulu. Mana bodohnya sekarang masih gue kasih bakmi lagi!” gerutu Shabrina sebal dengan bibir yang cemberut..

“Lu bilang kesel juga tetep dilakuin,” sahut Adelio.

“Ya makanya gue bilang gue bego.”

Lagi-lagi adelio tertawa. “HAHAHA. Tapi engga deh, itu gue beneran. Tanya aja deh, asli.”

Di tengah serunya pembicaraan mereka rintik hujan mulai turun dan lama-kelamaan semakin deras.

“Woy Io ayo masuk ke dalam selamatin bakmi lu!” seru Shabrina heboh.

Adelio menyambar semangkuk bakmi dan minumnya yang ada di meja. Bukannya masuk ke dalam rumah, laki-laki itu malah menarik tangan Shabrina dan membawanya masuk ke dalam mobil miliknya yang terparkir di depan pagar rumah Shabrina.

Singkat cerita, kini mereka berdua duduk di sana. Memandang satu sama lain dan tertawa melihat wujud masing-masing yang kebasahan.