067.
Sudah 5 menit sejak Sherina masuk ke dalam mobil milik Kayandhra. Alih-alih menjalankan mobilnya, Kay justru duduk diam di bangku pengemudi dengan tatapan kosong. Menyapa Sherina pun tidak.
Sherina tertawa sekaligus bingung dengan tingkah laku Kay. “Woi, lu kenapa sih? Kayaknya yang lagi ngambek tuh lo, deh bukan gue.”
Kayandhra seketika tersadar dari lamunannya.
“Hah engga, ga gitu. Gue lagi deg-deg an aja.”
Dia tidak berbohong saat mengatakan itu. Sejak detik pertama Sherina duduk di sebelahnya, tangannya terus-menerus mengeluarkan keringat. Dia sampai kewalahan sendiri dari tadi.
Melihat gelagat Kay yang tidak biasa, Sherina meletakkan tangannya di kening laki-laki itu.
“Lu sakit ya?”
“Ha-hah Engga. Sehat banget k-kok ini.” Kay memalingkan wajahnya ke sembarang arah. Dia salah tingkah.
“Tapi kok mukanya merah?”
“Engga udah gapapa. Mau makan dimana?” tanya Kayandhra sambil mulai melajukan mobilnya keluar dari area parkir, tanpa menoleh sedikit pun.
Ketara sekali kalau sejak tadi dia menghindari bertatapan dengan Sherina. Sang wanita pun sadar akan itu. Dia hanya pura-pura tidak tau saja. Itu pula mengapa sejak tadi Sherina terlihat seperti sedang menahan tawa.
“Sher, bensin gue habis. Mampir pom bensin dulu, ya,” kata Kayandhra tiba-tiba yang hanya dibalas anggukan oleh Sherina.
Pom bensin hari itu sangat ramai. Langit yang sudah gelap ditambah hujan yang luar biasa deras membuat banyak sekali pengandara motor berteduh di sana.
Mobil sedan hitam milik Kayandhra berhenti. Ada setidaknya 5 mobil lain yang mengantri di depan mereka. Bosan menunggu, ide jail ini terlintas di kepala Sherina.
Sherina menepuk pelan bahu Kayandhra. “Kay, lu mau ngomong apa emang?”
Uhuk uhuk
Kayandhra kaget bukan main. Hampir saja ia tersedak air mineral yang sedang diminumnya. Bagus air itu tidak menyembur ke arah Sherina. Rusak sudah harga dirinya kalau itu terjadi.
“HAHAHAHAHA. Santai aja kali kay.” Puas sekali sepertinya dia melihat Kayandhra tersiska.
“Lu beneran mau tau?” tanya Kay dengan wajah serius.
“Mau.”
“Sekarang banget?”
“Iya.” Angguk Sherina antusias
“Di pom bensin?”
“Iya Kayandhra.”
Kayandhra menarik napas panjang. Mengumpulkan segala keberanian yang dimilikinya demi mengungkapkan untaian kata yang sudah disiapkannya sejak 2 hari lalu. Rentetan kalimat yang membuat Zidane dan Sagara marah-marah karena ia terus-terusan mengulang kalimat itu di depan mereka berdua.
Masih dengan jantung yang berdegup kencang akhirnya laki-laki itu bersuara.
“Sher, dari dulu gue gak pernah bener-bener suka sama seseorang. Gak pernah ada 1 perempuan pun yang bisa bikin gue gabisa tidur cuma karena dia bilang makasih udah di-anterin pulang. Gak pernah ada perempuan yang bikin gue semangat main basket cuma karena dia duduk di tribun buat nonton gue. Tapi kayaknya akhir-akhir ini gue agak aneh, deh.” Kayandhra menatap lamat-lamat gadis di sebelahnya itu.
Wajah Sherina benar-benar merah dibuatnya. Ia hanya bisa menunduk malu tanpa bisa menyembunyikan senyum manis dari wajahnya.
“Gue—untuk pertama kalinya gue bisa deg-degan setengah mati cuma buat bilang, ‘Sher, kantin bareng gue, yuk.’ Untuk pertama kalinya gue bisa telpon Ajid tengah malem cuma buat nanya, ‘Gue besok pake parfum apa ya? Mau jemput Sherina ke sekolah soalnya.’ Terus, Sher, ini yang paling gak pernah sih.”
Sherina mengerutkan dahinya bingung.
“Untuk pertama kalinya dalam sejarah gue setiap hari mandi 2 kali sehari.”
Tawa Sherina pecah mendengar kalimat terakhir dari Kayandhra. “Yang itu harus disebut juga, ya?”
Kayandhra ikut tertawa. “Iya, itu yang paling penting justru.”
“Lo tuh orang pertama yang buat gue ngerasain ini semua, Sher. Jadi kalau misal—jadi pacar yang pertama mau juga gak? Yang pertama dan terakhir sih kalo bisa,” lanjut Kay diiringi dengan tawa kecil di akhir.
Sherina sejak tadi tidak bisa banyak berbicara. Untuk pertama kali dalam hidupnya dia salah tingkah sampai se-begininya.
“Mau gak, Sher?” tanya Kayandhra sekali lagi.
Malu-malu Sherina mengangguk.
“Beneran mau?” tanya Kayandhra girang masih tidak percaya.
“Iya mau…” jawab Sherina pelan.
“Serius?”
“Iya… Kay udah diem dong gue malu banget…” Sherina menutupi wajah merah padamnya itu dengan telapak tangan.
Kayandhra—ia senang bukan main dengan segala yang terjadi hari ini. Rasanya lega sekali. Senyum lebar tidak luntur dari wajahnya sejak tadi.
Sampai tiba-tiba—
TIIIIIIIIN suara klakson dari mobil di belakang.
Sudah tidak ada antrian di depan mereka rupanya. Siapa suruh, nembak di pom bensin.