051.
Setelah perjalanan panjang—yang sengaja dibuat panjang —sekaligus super rusuh siang ini, Keisha dan teman-teman OSIS-nya tiba juga di tempat mereka akan camping.
Tempatnya cukup bagus sebetulnya. Hamparan rumput dengan tenda yang tersusun rapi, dikelilingi dengan pepohonan, juga danau menjadi pemandangan segar setelah setiap hari terus-menerus melihat hirup-pikuk kota Jakarta.
Karena sampai di tempat camping pukul 5 sore, Keisha dan yang lainnya belum ikut acara apapun mengingat pada jam itu adalah jadwal istirahat dan bersih-bersih sebelum makan malam. Iya, mereka memang sudah memperhitungkan itu agar tidak usah ikut panas-panasan.
Akhirnya, di hari pertama camping ini Keisha cuma ikut acara api unggun, juga jurit malam yang kini membuatnya sekarang terjebak bersama Javian di tengah antah-berantah.
Iya. Dengan Javian.
Jadi ceritanya, di agenda jurit malam ini seluruh siswa dibagi jadi 4 kelompok. Setiap kelompok melewati jalur yang berbeda. Di tiap kelompok, akan dibagi lagi tim secara acak berisi 2 orang. 1 orang laki-laki dan 1 orang perempuan.
Awalnya mereka disuruh membuat barisan, perempuan di kiri dan laki-laki di kanan. Siapa yang berdiri di samping mereka, itu lah yang akan jadi pasangan 1 timnya. Sederhananya, Keisha dan Javian berdiri berdampingan.
Dunia selalu ada di pihaknya. Itu lah hal yang pertama muncul di pikiran Javian.
Tapi ternyata, hidup emang gak semulus yang mereka kira. Peta yang mereka pegang sekaligus satu-satunya petunjuk untuk menyelesaikan jatuh. Ke lumpur.
Sialnya lagi, di kelompok mereka, mereka jalan paling akhir. Jadi tidak akan ada orang lain lagi yang akan lewat sini. Tidak bisa juga mengikuti yang di depan karena setiap tim diberi jarak waktu sebelum berjalan. Mereka tidak punya kesempatan untuk melihat yang di depan.
Makanya, sekarang Keisha dan Javian cuma bisa duduk meratapi nasib. Sambil tengok kanan-kiri berharap ada yang datang setelah membaca pesan yang mereka kirim. Tapi sampai sekarang belum ada siapa pun yang datang.
“Kei,” panggil Javian yang membuat Keisha menoleh ke arahnya. “Udah makan?” lanjutnya.
Aduh… Emang ya si Javian ini. Gak di chat gak di dunia nyata, masih aja yang dibahas soal makan. Jelas-jelas tadi ada jam makan malam. Tapi gak masalah deh, soalnya pertanyaan basa-basinya berhasil memecah sunyi di antara mereka.
Iya, sejak tadi mereka emang gak saling bicara apapun. Keisha tetap lah keisha, dia gak sesuka itu untuk bicara. Tapi kalau Javian, entah ya. Mungkin suasananya membuat dia gak selera untuk bicara. Ini rahasia dan gak banyak yang tau, tapi sebetulnya Javian takut gelap.
“Gak pengen nyalain lagu, Jav? Sepi banget,” ujar Keisha.
“Pake HP lo aja. Spotify gue ga premium hehehe,” jawabnya sedikit malu.
Keisha terkekeh. “Anak artis masa spotify-nya ga premium sih,” ledeknya.
“Iya deh Kei sorry dehhhhh emang lo paling keren punya spotify premium.”
“HAHAHHAHAHA yaudah deh pake punya gue aja. Nih,” katanya sambil mengeluarkan handphone dari kantongnya. “Lo aja yang pilih lagu. Dari playlist gue juga boleh.”
Seketika Javian tersenyum lebar. Perasaan senang saat rasanya kamu diberi kepercayaan oleh orang yang kamu suka itu bukan main. Itu lah yang dirasakan Javian sekarang.
Hal pertama yang Javian liat adalah playlist milik Keisha. Dia mau tau lagu seperti apa yang biasanya Keisha dengar.
Javian masih terus tersenyum, sampai….
Javian menemukan collaborative playlist Keisha dengan seseorang. Namanya Naufal. Dan judul playlist-nya…..
“Kei, lo punya pacar?” tembak Javian begitu saja.
Keisha terlihat berpikir sebentar, sebelum akhirnya dia sadar apa yang dimaksud Javian. Buru-buru dia merebut HP nya dari tangan Javian.
“Engga. Gak punya,” jawabnya.
“Terus ini apaannnn?” tanya Javian dengan nada meledek. Berusaha menghibur diri sebetulnya.
“Yaaaa bukan pacar pokoknya.”
“Terus apa dong? HTS? Mantan? PDKT-an?”
“Iya mantan.” Javian mengangguk.
“Putusnya kapan? Eh, sorry sorry, kayaknya terlalu privacy kalo gak mau jawab gapapa.”
“Eh, gapapa Jav. Santai aja.” Perempuan itu tersenyum sebentar sebelum lanjut menjawab.
“Kapan ya putusnya? 3 bulan yang lalu mungkin? Gue sama dia dari jaman SMP. Sebenernya udah niat mau hapus, tapi lupa kayaknya gue waktu itu.”
Lagi-lagi Javian cuma mengangguk. Sekarang dia paham kenapa gak pernah ada yang berhasil deketin Keisha. Ya jelas aja orang selama ini dia punya pacar.
Yah, mungkin sekarang Javian perlu tarik ucapannya soal dunia selalu berpihak sama dia.
Eh, atau mungkin… ini justru kesempatan ya?